Back to blog

Tiga mie Aceh paling enak

22 October 2017 - Posted in umum Posted by:

Saya penyuka mie. Mie apapun. Ramen, udon, bakmi, termasuk indomi* sekalipun. Mie Aceh salah satu yang unik untuk yang terbiasa dengan sajian mie di pulau Jawa. Beda dengan bakmi dan mie bakso yang biasa ditemuin di Jawa dengan kuah beningnya, mie Aceh lebih seperti kari. Aceh itu provinsi yang paling saya kunjungin jadi saya punya favorit diantara puluhan warung mie Aceh yang pernah saya coba. Baik itu warung bermerek, di restoran, ataupun warung kaki lima.

Di Aceh, mie Aceh hanya dikenal sebagai mie saja. Kalau dengan toping udang ya disebut mie udang. Yang lainnya seperti mie kepiting, mie cumi, mie polos, dan mie daging. Selain pilihan toping, sajian mie juga ada tiga macam. Mie rebus dengan kuah yang banyak seperti kari, mie basah/tumis dengan kuah kental mirip dengan saus dalam spaghetti, dan mie goreng yang seperti indomi* goreng.

Sebagian besar warung punya sumber mie yang sama. Misalnya di Meulaboh hampir semua warung mie beli mie kuning dari pasar. Seharinya pasar bisa menjual 3 ton mie kuning. Bukan hanya untuk pedagang di Meulaboh tapi juga dari daerah sekitar seperti Calang dan Nagan Raya. Pada akhirnya yang membedakan rasa dari satu warung mie dengan warung lainnya adalah bumbu. Dari obrol dengan beberapa pedagang, bumbu dan rempah untuk mie bisa hingga 30 jenis. Ini yang membuat kuah mie menjadi seperti kari. Mie Aceh yang ada di luar Aceh sudah di”naturalisasi” sehingga jumlah bumbunya paling banyak hanya belasan saja.

Dua dari tiga favorit saya ada di kota kecil bernama Meulaboh. Meulaboh adalah ibu kota kabupaten Aceh Barat, sekitar 4 jam dari Banda Aceh. Meulaboh juga merupakan kota yang paling hancur oleh gelombang Tsunami tahun 2004. Kini Meulaboh sudah menjadi daerah paling ramai di pantai barat Aceh.

1. Mie Ampon Teeh
Lokasinya di Jalan Manek Roo, sekitar 1 km dari KFC Meulaboh. Dulu tempatnya ke arah Kabupaten Nagan Raya, tapi sekarang berada di pusat kota Meulaboh. Warung buka dari sekitar jam 10/11 dan tutup saat habis persediaannya. Bisa jadi habis di jam 3 siang atau jam 5 sore. Ga tentu. Di saat jam makan siang, pasti harus menunggu cukup lama. Juru masak utamanya hanya satu. Cuma sesekali saja dibantu juru masak tambahan. Yang ga enak di warung ini adalah ga ada sistem pesanan yang rapih. Dengan banyak yang antri akhirnya suka pada banyak yang datengin juru masak minta cepet dan akhirnya urutan pesenan jadi acak-acakan. Suka kasian liat yang punya warung dikomplen banyak orang.

Soal rasa ga usah tanya. Temen saya bilang abis makan disini semua mie Aceh lainnya jadi berasa hambar. Saya paling suka mie basah udang pedas.

2. Mie Tangse
Tangse adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Pidie. Tapi warung Mie Tangse ada di Meulaboh. Sama seperti warung Mie Ampon Teeh, disini juga harus antri saat jam makan siang. Dan juga akan tutup saat persediaan habis. Warungnya ada di Suak Ribee, deket pantai. Cuma warung kecil aja jadi kalau ga tau pasti akan kelewat.

Favorit saya mie basah kepiting. Tiap kesini saya selalu lupa foto. Hehe

3. Mie Ayah
Selain mie Razali, Mie Ayah adalah salah satu warung yang paling lama berjualan di Banda Aceh. Bedanya, Mie Ayah ga buka cabang. Lokasinya ada di simpang Lhong Raya. Buka dari jam 10 pagi sampai tengah malam. Kalau ga salah dia tutup hari Minggu. Jangan kesini pas jam makan siang dan makan malam. Penuh!

Dari sini saya baru tau sejarah mie Aceh. Katanya dulu cuma ada beberapa warung aja yang menjual mie Aceh. Gara-gara Tsunami, banyak orang luar Aceh yang mencoba mie di Aceh. Rasa mie Aceh yang sangat beda dengan pulau Jawa kemudian membuat mie Aceh disukai para pendatang. Hingga sekarang, akhirnya warung mie tumbuh subur.

Favorit saya mie basah/rebus udang/cumi/kepiting dan jus jambu atau mangga. Kepitingnya masih segar saat pilih sendiri dan harga sesuai ukuran.

Lainnya
Ada warung Mie dan Nasi Goreng Bardi yang sekarang lagi naik daun. Enak sih. Tapi dari beberapa kali kesini rasanya selalu beda. Mungkin karena juru masaknya banyak, jadi beda juru masak beda pula rasanya. Terakhir kesini tiga hari yang lalu. Mie nya terlalu lembek, kuah nya agak pahit, dan daging rusa yang saya pesan masih alot. Kalau kualitas bisa dijaga, mungkin bisa jadi salah satu favorit.

Sayangnya ga ada warung yang bebas dari asap rokok. Ini salah satu hal yang paling ga saya suka dari warung-warung di sana. Prevalensi perokok dewasa di Aceh emang salah satu yang paling tinggi di Indonesia. Coba kalau dibuat ruang terpisah untuk perokok dan orang seperti saya. Pasti makin betah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *