Back to blog

Homeostasis dan Kemacetan Bandung: umpan balik positif yang membunuh

8 February 2015 - Posted in umum Posted by:

Dua hari yang lalu saya pergi ke ITB menggunakan layanan angkot. Perjalanan sejauh 10 km itu menghabiskan waktu satu setengah jam! Saya menggunakan motor untuk perjalanan pulang dan menghabiskan waktu 45 menit. Pada saat terjebak dalam kemacetan Bandung saya teringat kembali prinsip pengaturan homeostasis manusia. Saya masih ingat dua istilah yang saya baca dari buku Biokimia Harper lebih dari 10 tahun yang lalu: umpan balik positif dan umpan balik negatif.

Pada saat di Malmo saya biasa bersepeda. Kampus saya 5 km jauhnya dari tempat tinggal dan membutuhkan waktu 15 menit untuk tiba dengan bersepeda. Sebagai perbandingan, dengan bus kota menghabiskan waktu 25 menit karena harus diselingi dengan berjalan kaki dari halte bus. Saya mengasumsikan 10 km dapat saya tempuh dalam waktu 30 menit. Mengapa lalu lintas Bandung bisa sedemikian buruk? Sepertinya lalu lintas Bandung lebih buruk daripada ketika saya tinggalkan hampir dua tahun yang lalu. Padahal saya sering membaca berita positif tentang prestasi Ridwan Kamil sejak menjabat sebagai walikota di media sosial dan media massa.

Keseimbangan dalam tubuh diatur dengan homeostasis. Homesostatis merupakan kecenderungan dari organisme atau sel untuk mengatur lingkungan internalnya dan mempertahankan keseimbangan, biasanya melalui mekanisme umpan balik, sehingga dapat mempertahankan stabilitas dan fungsi yang baik. Detak jantung kita dipertahankan berada pada kisaran 60-100 per menit, suhu tubuh kita 37oC, dan masih banyak contoh lainnya dari keseimbangan tubuh kita.

Hampir semua kontrol homeostasis tubuh diatur dengan mekanisme umpan balik negatif. Contohnya adalah pengaturan kadar gula darah. Ketika gula dalam aliran darah meningkat, reseptor-reseptor dalam tubuh merasakan peningkatan ini. Kemudian mengirimkan sinyal agar pankreas meningkatkan sekresi hormon insulin. Hormon insulin kemudian akan meningkatkan laju absorpsi gula kedalam sel sehingga konsentrasi gula dalam darah berkurang. Saat gula darah sudah mencapai batas normal, sekresi insulin berhenti. Mekanisme yang hampir mirip terjadi saat kadar gula dalam darah berada dibawah batas normal. Kesemuanya untuk mempertahankan kadar gula yang normal dalam darah.

Contoh yang mudah dari umpan balik negatif dalam kehidupan sehari-hari adalah pendingin ruangan yang biasa kita gunakan di rumah-rumah. Setelah kita tentukan suhu ruangan yang kita inginkan, sensor suhu dalam pendingin ruangan akan menentukan kerja mesin pendingin ruangan. Jika sensor membaca suhu ruangan berada di atas suhu yang kita tentukan, mesin akan menyala dan menghembuskan udara dingin. Pada saat sensor membaca suhu ruangan dibawah yang kita tentukan, mesin akan mati sehingga suhu ruangan akan naik.

Umpan balik positif merupakan kebalikan dari umpan balik negatif. Umpan balik positif akan memberikan respon yang tujuannya untuk meningkatkan stimulus. Misalnya pada contoh gula darah diatas. Jika menggunakan proses umpan balik positif maka kadar gula darah yang naik akan semakin memicu tubuh untuk meningkatkan kadar gula darah. Tentu saja ini bukan yang kita inginkan. Dalam kenyataannya, sebagian besar umpan balik positif yang terjadi dalam tubuh adalah proses yang abnormal dan bisa berakhir pada kematian.

Salah satu contoh (yang sedikit) dari umpan balik positif yang menguntungkan adalah pada saat proses melahirkan. Pada saat melahirkan, tubuh mengeluarkan hormon oksitosin ke dalam darah yang bertujuan untuk meningkatkan kontraksi rahim dan mengurangi jeda diantara kontraksi. Pada saat kontraksi untuk mendorong bayi keluar, tubuh meningkatkan sekresi oksitosin yang kemudian makin meningkatkan kontraksi rahim sampai akhirnya bayi lahir. Setelah bayi lahir, stimulus (berupa kontraksi) sudah tidak ada lagi sehingga sekresi oksitosin pun berakhir. Proses umpan balik positif pun berakhir.

Kembali pada kemacetan kota Bandung. Saya mengasumsikan kemacetan kota Bandung adalah sebuah contoh dari umpan balik positif. Menggunakan layanan angkot memang sangat murah, tetapi tidak nyaman dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Hal ini bisa menjadi pemicu untuk membeli mobil (demi kenyamanan) atau motor (lebih cepat). Bertambahnya jumlah mobil dan motor mempunyai dua akibat. Akibat yang pertama adalah kemacetan semakin memburuk karena bertambahnya jumlah kendaraan. Akibat yang kedua adalah angkot kehilangan penumpang sehingga lebih banyak diam menunggu penumpang atau berjalan dengan pelan sambil mencari penumpang. Secara tidak langsung ini makin meningkatkan ketidaknyamanan dan waktu tempuh menggunakan angkot, yang kemudian memicu kepemilikan motor dan mobil. Akhirnya siklus umpan balik positif ini akan terus berulang.

Lalu bagaimana untuk mengurangi kemacetan ini? Satu hal yang pasti adalah menghilangkan umpan balik positif. Stimulus utama (angkot yang tidak nyaman dan lambat) dari umpan balik positif ini harus dihilangkan, diganti dengan sarana transportasi yang nyaman dan tepat waktu. Sama dengan kebanyakan umpan balik positif dalam tubuh yang bisa berakhir pada kematian jika stimulus tidak dihilangkan, dalam hal kemacetan juga demikian. Jika stimulusnya tetap ada maka umpan balik positif akan terus berjalan.

Ini memang sebuah penyederhanaan dari sebuah masalah yang kompleks. Ini bukan dimaksudkan untuk menganggap mudah penyelesaian dari masalah ini. Penggunaan model homeostasis terhadap kemacetan hanyalah untuk mempermudah mengidentifikasi dan mempelajari. Sama halnya dengan ilmu kedokteran. Setiap organ dan setiap sistem dipelajari terpisah walaupun kenyataannya merupakan sebuah kesatuan.

2 Comments

Didin 4 years ago

Hai kang endri. Good tought bingits sih.

Haha sederhana case-nya to parable nya kejauhan lucu juga buat diketuk.

Tp bener sih contoh di JKT udh ada banyak bgt angkot jaklingko bikin kepercayaan konsumen hd meningkatkan drastis karena SOP standar pelayanan publik yg memadai.

Keren.

Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *