Saya akan merindukan bersepeda pada saat pulang ke Indonesia akhir bulan ini. Saya akan beli sepeda, tapi mungkin tidak bersepeda sesering dan senyaman saat ini. Membandingkan kenyamanan bersepeda antara Bandung dan Malmö mungkin tidak adil. Bandung dan Malmö memang mempunyai luas wilayah yang sama. Akan tetapi topografi Bandung berbukit-bukit, sementara Malmö sangat datar. Malmö pun menyandang kota paling nyaman untuk bersepeda di Swedia. Sekitar 30% transportasi di Malmö adalah dengan bersepeda.
Mari berbicara cuaca terlebih dahulu. Bandung amat panas saat musim panas, diperburuk lagi dengan polusi asap knalpot. Sementara saat musim hujan, jalanan banjir. Bagaimana dengan Malmö? Angin disini amat kencang sepanjang tahun, biasanya antara 20-30 km per jam tapi dapat mencapai 40 km per jam. Pada saat badai (tiga sampai empat kali per tahun), kecepatan angin bisa mencapai 80 km per jam. Bersepeda dengan angin kencang seperti ini bikin emosi. Entah saya dimusuhi angin atau bagaimana, saat saya pergi ke kampus saya bersepeda melawan arah angin, pada saat pulang angin berbalik arah seolah-olah sengaja.
Selain angin yang kencang, Malmö mempunyai empat musim. Saat musim panas lumayan panas, tapi masih nyaman. Musim gugur cuaca masih nyaman, tetapi semakin lama semakin dingin. Musim dingin cuaca bisa minus dan jalanan licin bersalju. Biasanya akan langsung dibersihkan jika hari kerja, tetapi tetap licin. Terakhir, cuaca berangsur-angsur menghangat di musim semi. Buat saya pribadi, saya lebih memilih cuaca dingin. Tinggal pakai pakaian yang cukup, maka cuaca dingin bukan lagi kendala. Kalau cuaca panas susah, pakai pakaian tipis dan minim tetap saja panas dan akhirnya berkeringat seperti habis mandi.
Bandung tidak memiliki infrastruktur untuk pesepeda sama sekali. Pesepeda berebut jalan dengan mobil dan motor. Pernah sebagian jalan di beberapa wilayah dicat warna berbeda sebagai tanda jalur khusus sepeda. Tapi jalan ini masih merupakan bagian dari jalan raya sehingga akhirnya tidak pernah menjadi jalur khusus sepeda. Bersepeda di trotoar bisa menjadi alternatif, tapi trotoar juga dipenuhi pedagang kaki lima.
Malmö mempunyai infrastruktur yang luar biasa untuk pesepeda. Jalur khusus sepeda sepanjang 490 km merupakan yang terpanjang di Swedia, bahkan lebih panjang dari kota tetangga Copenhagen yang terkenal dengan budaya bersepedanya. Di persimpangan jalan, tersedia sensor yang akan memprioritaskan untuk memberikan lampu hijau bagi jalur sepeda daripada kendaraan bermotor. Pompa sepeda tersedia di banyak tempat dan bisa digunakan secara gratis. Banyak area parkir di pinggir jalan dialihgunakan menjadi parkiran sepeda. Area parkir indoor atau beratap juga telah dibangun di tiga stasiun kereta Malmö agar sepeda tidak kehujanan. Banyak penumpang kereta meninggalkan sepedanya untuk waktu yang lama, sehingga parkiran indoor sangat membantu. Video berikut bisa memberikan sedikit gambaran tentang kultur bersepeda di Malmö.
Walaupun sudah menyandang gelar kota paling “bike-friendly” di Swedia, pemerintah kota terus berinvestasi untuk meningkatkan kenyamanan dan keamanan bersepeda. Saya pernah beberapa kali mendapat hadiah dari pemerintah kota. Sarung anti air dipasangkan di keranjang sepeda saya pada saat sepeda saya diparkir. Terkadang pemerintah kota bekerja sama dengan pihak swasta untuk memberikan sarung sadel agar sadel tetap kering meskipun turun hujan. Pemerintah kota juga mengkampanyekan inisiatif agar warga tidak menggunakan mobil untuk jarak pendek.
Apartemen tempat saya tinggal berjarak sekitar 4.5 km dari kampus. Dari apartemen ke kampus saya tempuh dalam 12-15 menit. Saya selalu bersepeda kemanapun. Nongkrong di kafe, belanja, rekreasi ke pantai, menikmati taman-taman kota, hanya sekedar jalan-jalan, semuanya bersepeda. Tidak ada bedanya antara yang kaya dan miskin. Semuanya bersepeda. Saya tidak pernah bersepeda lebih dari 30 menit ke tujuan manapun di kota. Bersepeda di dalam kota malah, pada umumnya, lebih cepat dibandingkan menggunakan bis. Karena perlu jalan kaki ke halte bis, lalu menunggu bis datang, lalu ada batas kecepatan di dalam kota (umumnya maksimal 30 atau 40 km/h), jalan kaki lagi dari halte bis ke tujuan. Dan tentu saja tidak perlu bayar tiket bis. Lumayan mahal, sekitar 30 ribu rupiah untuk satu jam di dalam kota. Setara dengan 1/3 harga makan siang di kafe murah di Malmö. Keuntungan lainnya tidak perlu bergantung pada jadwal bis. Apalagi kalau sudah malam, jadwal bis semakin jarang.
Investasi yang dilakukan pemerintah kota Malmö tidak murah. Biaya untuk membangun kultur bersepeda memang sangat mahal. Semoga suatu saat nanti Bandung juga bisa senyaman Malmö untuk bersepeda.
One Comment