Back to blog

Perubahan berat badan pada depresi

14 April 2016 - Posted in depresi Posted by:

Perubahan berat badan, baik itu turun atau naik, merupakan gejala depresi yang keempat. Tulisan saya tentang gejala yang lain dapat dilihat di tautan berikut: mati rasa, mood depresi, gelisah atau melambat

Saya mengalami keduanya. Menjadi semakin kurus dan menjadi gemuk, pada dua periode depresi yang berbeda.

Periode awal depresi saya amat berat. Saya diambang menjadi gila. Saya tidak merespon apapun. Saya juga tidak makan. Orang tua saya harus memaksa dengan menyuapi saya, tapi itupun tidak banyak. Saya tidak makan bukan karena menyiksa diri. Saya berhenti makan karena kehilangan selera makan. Pada orang normal, makan memiliki sensasi yang wow. Karenanya kuliner pun menjadi sebuah wisata. Tapi saat depresi, makan tidak menimbulkan reaksi emosi apapun. Ini berkaitan dengan mati rasa yang saya tulis sebelumnya. Saya merasa makan menjadi tidak ada artinya. Buat apa makan?

Saya kehilangan belasan kilogram dalam satu atau dua bulan pertama depresi saya. Saya yang sebelum depresi pun sudah kurus tampak semakin kurus, seperti orang yang kelaparan. Saya ingat semua celana saya menjadi longgar, tulang rusuk saya jelas terlihat, pipi saya hanya tinggal tulang.

Selain karena mengalami mati rasa, kehilangan berat badan juga dikarenakan hilangnya kontrol diri untuk merawat diri sendiri. Karenanya kehilangan berat badan ini disertai pula hilangnya keinginan untuk merawat diri seperti mandi, gosok gigi, mencukur kumis dan janggut.

Saat saya mulai terapi dan menunjukan perbaikan, saat itu juga berat badan saya mulai meningkat lagi dan perlahan kembali seperti sediakala.

Pada periode depresi saya yang kedua terjadi sebaliknya. Berat badan saya naik. Saya kalap. Pola makan saya berubah. Tiga kali sehari dalam porsi besar, ditambah ngemil. Makan bagi saya, pada saat itu, merupakan bagian dari terapi. Saya setiap bulan menimbun makanan ringan yang saya makan setiap hari. Satu bungkus untuk satu hari. Tiap bungkus mengandung kalori 400-700 kilokalori, setara dengan makan satu piring. Saya merasa agak baikan setelah makan.

Pada saat saya mulai membaik seiring dengan terapi, saya mengurangi porsi makan saya. Porsi makanan ringan pun berkurang, satu bungkus kini untuk dua hari. Tapi berat badan saya tetap naik. Padahal saya giat berolahraga setiap pagi. Saya tidak punya timbangan di rumah, tapi kini semua celana saya menjadi tidak muat. Beberapa malah tidak bisa dikancingkan sama sekali, terhalang perut.

Menurut penelitian (Herman & Polivy, 1976), perubahan berat badang pada saat depresi dipengaruhi oleh pola makan sebelumnya. Jika sebelum depresi cenderung diet, maka pada saat depresi malah melampiaskan depresinya dengan makan dan akhirnya berat badan naik. Sebaliknya, jika sebelum depresi penyuka makan, maka ketika depresi akan membatasi makanan. Ini katanya berkaitan dengan perubahan emosi yang kompleks pada saat depresi. Herman & Polivy (1975) menyimpulkan bahwa pada saat depresi perubahan emosi yang kuat membuat kontrol diri hilang. Ini terlihat jelas pada orang-orang yang terbiasa diet menjadi hilang kendali saat depresi. Pada orang-orang yang menyukai makan, efek dari emosi yang kuat ini menghambat nafsu makan melalui mekanisme simpatomimetik.

Referensi
Herman, C.P., & Polivy, J. Anxiety, restraint, and eating behavior. Journal of Abnormal Psychology, 1975, 84, 666-672
Herman, C.P., & Polivy, J. Clinical depression and weight change: a complex relation. Journal of Abnormal Psychology, 1976, 85, 338-340

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *