Back to blog

Dulu, sekarang, besok

10 October 2020 - Posted in kesehatan mental Posted by:

Jadi hari ini Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. Saya tidak melakukan apa-apa hari ini, seharian hanya masak, beres-beres, dan santai. Tahun ini tahun yang aneh bagi semua orang. Pandemi mengacak-ngacak kesehatan jiwa banyak orang. Walaupun begitu, berbicara tentang kesehatan jiwa masih sulit untuk hampir semua orang.

Hari ini saya tidak melakukan kampanye apapun. Saya menggunakan hari ini untuk menatap diri. Siapa saya 5 tahun terakhir ini, setelah bertahan dari upaya bunuh diri dan periode-periode depresi yang datang dan pergi.

Saya sudah mengurangi barang-barang fisik yang berlebih seperti dua buah sepeda, tumpukan barang yang ga pernah dipakai beberapa tahun terakhir, dan debu. Tapi yang belum pernah terlaksana adalah beres-beres isi laptop. Saya lihat satu per-satu file yang saya simpen di laptop sebelum merapihkannya, atau menghapusnya. Beberapa file umurnya puluhan tahun, dari jaman saya SMA. Satu-per-satu foto saya buka, kadang sambil tersenyum, kadang berhenti dan menarik nafas. Banyak sekali foto ngasal yang saya ambil. Hingga ratusan giga. Saat ini kamera sudah tidak pernah dipakai. Dua SD card 64 GB kosong tanpa isi. Kadang saya bingung kenapa saya bisa sampai baca buku-buku tertentu, atau menyimpan suatu file tertentu. Kenapa bacaan saya dulu dan kini seperti bumi dan langit. Kenapa dulu saya suka sekali main game seperti FIFA, Call of Duty, Need for Speed. Sekarang bahkan sama sekali tidak ada game di hp saya.

Saya dulu dan saya kini berbeda sekali. Saat menjalani proses terapi salah satu yang saya nantikan adalah kembali menjadi saya. Saya pernah naik motor shubuh menuju Ciwidey untuk memotret, tapi saya ga merasakan ada sesuatu yang spesial lagi. Tentu saja saat ini saya masih senang moto, tapi bukan sebuah hobi.

Saya dulu dan kini seperti dua orang yang berbeda. Kini saya makan sayuran, diet saya diet sehat. Pasta, beras merah, lentils, roti gandum sourdough, susu rendah lemak. Astaga, susu! Kini saya menghabiskan satu liter susu tiap hari. Sebelumnya terakhir saya minum susu adalah jaman SD. Saya benci susu. Kini saya olahraga teratur. Saya mudik dengan sepeda dari Jakarta ke Bandung. Sudah beberapa kali.

Saya kini tidak lebih baik dari saya dulu. Hanya berbeda. Saya dulu bahagia dengan motret, dengan main game berjam-jam. Saya kini bahagia dengan berada di dapur berjam-jam, olahraga sampai lupa waktu. Hal yang membuat saya sedih dan kesal pun sudah sangat berbeda.

Saya ga bisa kembali menjadi saya dulu, dan itu yang menyiksa saya saat sedang terapi. Karena saya maksa untuk kembali seperti sedia kala. Semuanya menjadi lebih mudah ketika saya menerima bahwa saya ga bisa menjadi seperti sebelumnya. Beban terasa lebih ringan ketika saya ga memaksa diri untuk menyukai fotografi lagi. Saya tidak harus terjaga sepanjang malam lagi memikirkan kenapa saya ga bisa seperti Endri lagi.

Kalau kamu membaca ini dan sedang berupaya untuk kembali menjadi “normal”, pertimbangkan untuk berdamai dengan diri. Menerima perubahan sebagai suatu proses. Sebagaimana saya juga kini sedang berupaya menerima bahwa saya harus berubah lagi karena 2020 ini.

One Comment

Kharis 3 years ago

Berdamai dengan diri sendiri merupakan hal tersulit yang sedang saya alami. Rasanya bagai bumi dan langit. Terkadang saya hanya berbaring dan bersandar di kamar sambil mendengarkan Lagu kesukaan di Spotify. Dan kebiasaan membaca buku sejak 5 tahun belakang ini menurun drastis, sedih rasanya.

Terima kasih Endri

Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *