Setelah membaca laporan modeling pandemi dari MRC tengah maret lalu, saya langsung berpikir jauh. Pertama, apakah saya akan bisa kembali ke Jakarta? Sudah mulai muncul desakan agar Papua menutup diri saat itu. Saya bilang ke teman kantor bahwa saya ga masalah terjebak di pulau Supiori selama akomodasi dan perdiem masih dibayarkan, hehe. Malah mungkin beruntung karena jauh dari bahaya pandemi. Hmm, tapi “lockdown” Papua baru terjadi seminggu setelah saya kembali ke Jakarta.
Kedua, saya yakin sepulang dari Papua pasti akan bekerja dari rumah untuk waktu yang lama. Berbulan-bulan lamanya. Pasti ga akan banyak yang bisa dikerjakan berhubung pekerjaan saya banyak berhubungan dengan survey di daerah terpencil. Hari ini sudah sekitar dua bulan WFH, setidaknya masih ada satu bulan lagi WFH. Apakah akan diperpanjang? Saya yakin iya.
Ketiga, saya menghubungi orang tua bahwa saya tidak akan mudik saat musim mudik nanti. Iya, jauh sebelum pemerintah mengumumkan mudik dilarang. Saya bahkan bilang bahwa kemungkinan dua tahun berturut-turut mungkin tidak pulang. Walau, sebetulnya sempat hampir pulang menggunakan sepeda karena kondisi orang tua. Tapi, ga jadi.
Keempat, saya sudah pasrah dengan event ironman yang direncanakan pada Agustus 2020. Tiket sudah ditangan, tapi gampang nanti pasti ada proses refund. Pasti dicancel, saya yakin pasti cancel. Saya tetap berencana latihan seolah-olah ironman tetap dilangsungkan. Ini penting karena saat lockdown pasti akan banyak menganggur, jadi penting untuk mempertahankan rutinitas latihan untuk membantu mengisi waktu.
Awalnya latihan berjalan lancar sesuai rencana. Kemudian akses ke kolam renang di apartemen mulai ditutup. Damn memang. Tinggal latihan sepeda indoor dan lari disekitaran tempat tinggal.
Tiba-tiba di tanggal 9 April pemakaian masker diwajibkan saat diluar ruangan. Tidak ada perincian, tidak ada pengecualian. Aturannya sederhana, wajib masker saat diluar ruangan. Bagaimana caranya lari menggunakan masker? Kalau masker digunakan dengan benar, pernafasan pasti terganggu saat lari. Toh masker yang basah atau lembab juga ga berguna.
Mulailah saya diserang gangguan cemas. Selama bulan April saya hanya satu kali lari, sebelum pengumuman itu. Saya ga berani lari diluar lagi. Bukan karena takut virus, karena saya yakin risiko tertular saat lari sendirian adalah kecil. Tapi saya diikat gangguan cemas. Seribu satu hal muncul dikepala saya. Mulai dari takut dicegat polisi/satpol pp, diliatin warga, difoto orang lalu jadi viral, disumpahi netizen, kena serangan panik saat lari sampai ga bisa nafas, dicegat begal, dan banyak lagi. Berkali-kali saya berencana lari di luar, selalu gagal karena kaki ga mau melangkah membuka pintu atau bahkan hanya terdiam di atas kasur. Sampai jantung berdebar dan keringat dingin. Begitu parah karena sampai mempengaruhi pola makan dan tidur. Kadang baru sarapan pukul 11 siang, padahal sudah bangun sejak pukul 5 pagi. Atau dilain hari baru tertidur saat shubuh.
Cemas itu makin buruk ketika muncul artikel tentang bahaya tertular dari pesepeda dan pelari yang ditulis seseorang di medium. Artikel itu muncul di berbagai grup lari dan sepeda, berkali-kali. Debat dan stigma pun muncul karena artikel itu. Tarik nafas dalam dan buang perlahan, itu kata saya setiap kali melihat artikel itu muncul kembali. Kadang respon saya kasar juga sih. Akhirnya olahraga saya tinggal sepeda indoor.
Seminggu sekali saya rutin belanja roti dari toko yang lumayan deket. Sekitar 6 km lah pp. Naik sepeda tidak sampai 20 menit. Cukup menggembirakan karena bisa berada di luar selama 20 menit itu. Saya melihat juga bahwa ternyata di luar tidak seburuk yang saya bayangkan. Jauh lebih sepi dari biasanya, tapi hal-hal yang saya takutkan tidak terjadi.
Minggu lalu memberanikan diri untuk kembali berlari setelah melalui perencanaan yang panjang. Mulai dari survey rute, cek keadaan di berbagai jam, hingga plan B, C, dan D. Overthinking, iya. Dari 4 kali lari yang direncanakan, dua berhasil dilakukan. Malam hari saat orang-orang sudah beristirahat dan di dalam rumah. Kalau ada orang lain, ambil rute agak memutar. Lari di jalanan sepi tetapi jauh dari kejahatan. Tidak membawa barang berharga saat lari, smartphone yang saya gunakan saat lari cuma smartphone cadangan yang sudah banyak luka disana sini. Kalau sampai diambil begal, ya ambil aja lah. Lega sudah bisa mengatasi gangguan cemas ini.…