Hari raya seharusnya menjadi saat paling membahagiakan sepanjang tahun, sebuah kesempatan untuk berpesta bersama keluarga dan teman. Tapi, berdasarkan “depkes”nya Amerika, hari raya merupakan puncak terjadinya depresi dan bunuh diri.
Mengapa seperti itu?
Hari raya diidentikan dengan pesta dan aktivitas sosial yang sempurna, suatu hal yang amat ditakuti oleh penderita depresi. Hari raya yang lalu saya sangat dipaksa untuk bersosialisasi ditengah ketakutan yang amat sangat untuk bertemu orang. Hari raya menjadi dibenci karena ada harapan untuk berkumpul dengan keluarga dan teman, sesuatu yang sebetulanya tidak dihindari sebagian orang. Dan saya sendiri bukan “the people person”. Disaat berkumpul, kita dipaksa untuk tersenyum lebar. Hari yang diharamkan untuk berkeluh kesah tentang hidup. Saya mulai menerima banyak pertanyaan dari penderita depresi, apa yang harus mereka lakukan saat lebaran nanti?
Hari raya juga merupakan saat seseorang banyak melakukan refleksi diri dan berpikir terlalu banyak tentang kekurangan dalam hidup dan membandingkannya dengan orang lain yang tampaknya amat bahagia dan sukses. Dulu saya merasa koq hidup saya malah hancur habis-habisan disaat semua orang begitu bahagianya di hari raya, seolah-olah mereka semua tidak memiliki masalah dalam hidup.
Untuk beberapa orang, hari raya juga memicu paksaan untuk pengeluaran yang diluar batas untuk hadiah dan lain-lain, terkadang sampai harus berhutang.
Pada saat hari raya juga orang-orang berhenti berolahraga. Padahal olahraga adalah mood-stabilizer yang sangat penting.
Terkhusus di Indonesia, hari-hari Lebaran juga menjadi hari paling mematikan. Setiap tahunnya 1000 orang meninggal dunia karena kecelakaan dan lebih banyak lagi yang luka-luka pada saat hendak pulang ke kampung halamannya. Seperti sudah diketahui, kematian seseorang bisa menjadi pemicu depresi. Apalagi jika dihubungkan dengan ekspektasi melepas rindu bersama.
Tsunami Aceh 2014 terjadi di dua hari raya, Idul Adha dan Natal. Tidak heran jika sangat banyak sekali orang yang kemudian menderita gangguan mental, diluar karena memang banyak yang menjadi korban.
One Comment
yong 8 years ago
ah, family gathering ya.. palagi yang namanya hari raya,, beuhhh rasanya lok bisa ni hari di skip aja. kalo lagi sakit batin gini (baca : depresi), ketemu keluarga besar yang kebanyakan pada kepo tu rasanya sakit bgt lok dirasain. bukannya mengurangi isi pikiran, malah bikin tambah stress. kudu kuat lok pas moment2 kaya gini, kebal dengan pertanyaan2 dan kata2 nyinyir mereka~~